Sabtu, 29 Januari 2011

KESULITAN BELAJAR


Kesulitan belajar mempunyai pengertian yang luas dan dalam sebab menyangkut:
a. Kekacauan belajar (learning disorder),
b. Adanya gejala proses belajar tidak berfungsi secara. baik (learning disfunction), meskipun tidak menujukkan gejala sub normalitas atau gangguan alat deria (indriani) atau gangguan psikologis.
c. Siswa yang memiliki tingkat potensi intelaktual tergolong tidak normal (underachiever)
d. Anak yang yang lambat dalam melakukan proses belajar (slow learner)
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifestasi tingkah laku. Gejala kesulitan belajar akan dimanifestasikan baik secara langsung maupun tidak langsung, juga dalam berbagai bentuk tingkah laku. Misalnya saja,
(a) Sesuai dengan pengertian kesulitan belajar, tingkah laku yang dimanifestasikannya ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu. Gejala ini akan tampak dalam aspek motorik, kognitif, konatif (kehendak) dan afektif baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapainya. Contoh sulit dan lambat dalam berkomunikasi.
(b) Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan suatu
manifestasi (pengeja wantahan) gejala kesulitan belajar antara lain:
(1) Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
(2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada murid yang selalu berusaha untuk belajar dengan gist tetapi nilai yang dicapai selalu rendah.
(3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu tyang tersedia. Misalnya rata-rata siswa dapat menyelesaikan tugas daam 40 menit, maka siswa yang menghadapi kesulitan belajar memerlukan waktu yang lebih lama karena dengan waktu yang tersedia ia tidak dapat menyelesaikan tugasnya.
(4) Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta, dan sebagainya.
(5) Menunjukkan tingkah lau yang berlainan, seperti membolos, dating terlambat, tidak mengerjakan peerjaan rumah, mengganggu dalam atau di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri, tersisihkan tidak mau bekerja sama, dan sebagainya.
(6) Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu, misalnya dalam menghadapi nilai rendah tidak menunjukkan adanya perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.

KRISIS



Menurut Dadang Hawari (2000) faktor psikososial merupakan indikator kesehatan jiwa masyarakat. Perkembangan berikutnya, setiap individu juga dihadapkan pada berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Kenyataan tersebut telah memisahkan nilai-nilai spiritual sebagai sumber kebahagiaan hidup dan dirasakan oleh mereka sebagai suatu kekurangan. Hal tersebut menjadi sebab munculnya krisis yang ada di dalam diri manusia karena tidak dapat menyelesaikan persoalan yang ada di dalam dirinya. Dengan demikian, semakin dapat dipahami bahwa jalan hidup merupakan serentetaan krisis, sebagian dapat diramalkan, dan diantisipasi, sebagian betul-betul merupakan kejutan. Hidup menuntut kita untk menyelesaikan berbagai persoalan. Setiap situasi baru memberi kita cara baru dalam menggunakan kemampuan untuk mengatasi siatuasi. Namun suatu saat kita akan menemukan suatu perubahan besar atau masalah yang rasanya di luar kemampuan untuk menanggulanginya. Apabila masalahnya terlalu berat dan sistem penunjang kita tidak berjalan baik, maka kita akan kehilangan keseimbangan, inilah yang disebut krisis.

Webster (1987) menjabarkan kata krisis sebagai suatu masa yang gawat/krisis sekali dan suatu titik balik dalam sesuatu. Istilah kata krisis sering digunakan untuk suatu reaksi dari dalam diri seseorang terhadap suatu bahaya dari luar. Suatu krisis biasanya meliputi hilangnya kemampuan untuk mengatasi sementara waktu dengan perkiraan bahwa gangguan fungsi emosi dapat kembali seperti semula. Jika seseorang itu mengatasi ancaman secara efektif, maka ia dapat berfungsi kembali seperti keadaan sebelum krisis. Caplan (1990) menjelaskan krisis dalam pengertian psikososial yakni suatu keadaan kebingungan emosional dari seorang individu/suatu unit sosial, disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang menghambat mekanisme pembelaan/pemeliharaan equilibrium psikologi yang ada. Bagi Mesach Krisetya (Yustine, 2008) krisis merupakan setiap peristiwa atau serangkaian keadaan yang mengancam suatu kesejahteraan pribadi dan mengganggu kehidupan rutin tiap harinya, membuat orang stress karena merubah kehidupan individu secara mendadak, sering implikasinya berkepanjangan.

Menurut Geldard (1993) situasi krisis adalah situasi-situasi dengan resiko tinggi. Krisis timbul sewaktu atau setelah sesuatu peristiwa terjadi secara mendadak sehingga merubah persepsi partisipan (orang-orang yang ditimpanya) tentang kemanan dan tatanan dunia. Secara lebih rinci, Neviyani (2005) menyatakan bahwa krisis merupakan keadaan yang berbahaya, keadaan yang genting, kemelut, keadaan yang suram, akibat terjadinya suatu peristiwa secara mendadak, sehingga orang atau orang-orang yang ditimpanya merasa dunia dan kehidupannya tidak aman.

Thompson (1991) mendefinisikan crisis is a varian of stress tht it’s so serve that individual becomes disorganized unable to function effectively, krisis adalah suatu keadaan kacau merupakan variasi dari ketertekanan (stress) yang dialami individu, di mana individu menjadi disorganisasi dan tidak dapat berfungsi secara efektif. Collins (1989) memberi pengertian krisis sebagai keadaan individu yang kacau balau di mana individu tersebut menghadapi kekecewaan yang amat mendalam dalam mencapai matlamat-matlamat dalam hidupnya yang penting atau kehancuran besar dalam hidupnya dalam menghadapi tekanan-tekanan baik dari luar maupun dari dalam. Selanjutnya Collins menyatakan bahwa krisis dapat digolongkan sebagai : (1) stress yang spesifik; (2) datang mendadak; (3) sangat berat; (4) individu shock atau bingung, tidak tahu apa yang akan dilakukan. Dalam keadaan inilah individu membutukan pertolongan dari orang lain.

Dari berbagai definisi tersebut kiranya ada satu kesamaan pandang bahwa krisis adalah keadaan berbahaya, keadaan yang genting, kemelut, keadaan suram akibat terjadinya suatu peristiwa secara mendadak sehingga orang atau orang-orang yang ditimpanya merasa dunia dan kehidupannya tidak aman.

Jumat, 28 Januari 2011

APA ITU MEMORI JANGKA PENDEK DAN MEMORI JANGKA PANJANG?


Penelitian telah menunjukkan bahwa memori terbagi dalam beberapa jenis. Masing-masing memori memiliki mekanisme unik dalam menyimpan informasi. Hal yang patut dicatat adalah walaupun terbagi-bagi dalam beberapa jenis, setiap jenis memori terhubung satu sama lain. Pengaktifan salah satu jenis memori akan mengaktifkan memori jenis lainnya. Hal ini memungkinkan sebuah informasi dapat disimpan di beberapa tempat penyimpanan memori yang berbeda. Berarti, apabila kita mampu menyimpan informasi tersebut dalam berbagai jenis memori, akan memudahkan untuk mengakses kembali informasi tersebut, kapan pun dibutuhkan (Harianti, 2008: 10).

a. Memori Jangka Pendek

Memori jenis pertama sudah dibahas sebelumnya, yaitu memori jangka pendek (immediate memory). Memori ini memiliki 7 kapasitas memori (+ dua) dan berdurasi sekitar 15-30 detik. Dengan kata lain, seorang dewasa mampu mengingat 5-9 kapasitas memori selama kurang lebih 15 hingga 30 detik.

Jumlah angka pada nomor telepon (lokal telkom) berjumlah tidak lebih dari 9 digit. Angka 7 merupakan sebuah keterbatasan biologis yang nyata pada ingatan jangka pendek seseorang. Ketika sebuah deretan angka lebih dari 7, akan sulit bagi seseorang untuk mengingat deretan angka tersebut. Sering seseorang harus mengelompokkan terlebih dahulu angka-angka tersebut menjadi beberapa kelompok agar memudahkan untuk mengingatnya.

Memori jangka pendek memang memiliki keterbatasan, tidak hanya dalam hal kapasitas memori yang dapat diingat, tetapi juga durasinya. Durasi jenis memori ini yang hanya berkisar antara 15 hingga 30 detik akan membuat memori ini hanya berfungsi sebagai tempat penampungan sementara informasi yang akan diolah. Namun, apabila Seseorangsering melakukan “pengulangan” dalam mengakses informasi, kemungkinan besar informasi tersebut akan masuk ke dalam jenis memori lainnya, yaitu memori kerja (working memory).

Memori jangka pendek merupakan suatu proses aktif. Mengulang ulang nomor telepon rekan sampai Seseorangdapat mengingatnya merupakan salah satu contoh yang bisa dilakukan. Sebenarnya, Seseorangbisa memberikan “perlakuan” yang tepat pada jenis memori ini. I)alam hal ini, yang perlu dilakukan pada saat ingin mengingat sebuah informasi yang baru saja diterima, Seseorangdapat langsung mengaitkan otau mengasosiasikannya dengan hal-hal tertentu. Setelah berhasil memberikan “perlakuan” yang tepat, Seseorangakan dapat memanggil kembali informasi tersebut kapan pun Seseorangmembutuhkannya. Beberapa “perlakuan” terhadap memori ini akan dibahas lebih mendalam pada bagian berikutnya.

b. Memori Kerja

Jenis memori kedua adalah memori kerja (working memory). Memori ini dapat menyimpan informasi mulai dari beberapa menit hingga beberapa jam kemudian. Biasanya, memori Kerja berfungsi mengubah informasi, tetap menjejaki perubahan dan memperbarui memori, pemanggilan kembali informasi, membuat perbandingan, dan membagi perhatian. Dari beberapa penelitian, disebutkan bahwa terclapat korelasi besar yang cukup positif antara efisiensi memori kerja dengan kemampuan kognitif umum. Ini berarti bahwa seseorang yang memiliki memori kerja yang baik cenderung memiliki kemampuan kognitif di atas rata-rata. Kemampuan menyimpan informasi yang dilakukan oleh memori kerja memungkinkan informasi tersebut masuk ke dalam memori jangka panjang. Kemampuan memori kerja dalam menyimpan informasi sangat bergantung pada usia. Semakin berumur, semakin besar kapasitas memori kerja seseorang.

c. Memori Perantara

Memori perantara merupakan jenis memori yang ketiga. Dalam hal ini, informasi yang telah keluar dari memori jangka pendek dan memori kerja, emudian masuk ke tempat penampungan sementara yang disebut memori perantara. Mungkin kita menganggap bahwa apabila sebuah informasi telah diproses dan tidak dibutuhkan lagi informasi tersebut akan hilang. Sebenarnya, informasi tersebut akan ditransfer ke memori jangka panjang pada saat kita tidur.

d. Memori Jangka Panjang

Jenismemori terakhir adalah memori jangka panjang. Memori ini adalah tidak terbatas dan berdurasi selamanya! Seseorang tentu dapat membayangkan betapa hebatnya dirinya apabila mampu menggunakan jenis memori ini secara maksimal.

Ada yang membagi memori jangka panjang menjadi memori non deklaratif (implisit) dan memori deklaratif (eksplisit). Pendapat lainnya membagi memori jangka panjang menjadi dua macam, yaitu memori episodik dan memori semantik.

Rabu, 26 Januari 2011

Layanan Penguasaan Konten


Layanan Penguasaan Konten (PKO) merupakan layanan bantuan oleh individu (sendiri-sendiri ataupun dalam kelompok) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan. kemampuan atau kompetensi yang dipelajari itu merupakan konten yang didalamnya terkandung fakta dan data, konsep, hukum dan aturan, nilai, persepsi, afeksi, sikap dan tindakan terkait didalamnya. Layanan penguasaan konten membantu menguasai aspek-aspek konten tersebut secara tersinergikan. Layanan penguasaan konten, individu diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya serta mengatasi masalah-masalah yang dialaminya.

1. Tujuan Umum

Tujuan umum layanan PKO adalah dikuasainya suatu konten tertentu. Penguasaan konten ini perlu bagi individu atau klien untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara-cara atau kebiasaan tertentu, untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatasi masalah-masalahnya. Dengan penguasaan konten yang dimaksud itu individu yang bersangkutan lebih mampu menjalani kehidupannya secara efektif (effective daily living).

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus layanan PKO dapat dilihat pertama dari kepentingan individu atau klien mempelajarinya, dan kedua isi konten itu sendiri. Tujuan khusus layanan PKO terkait dengan fungsi-fungsi konseling.

a. Fungsi pemahaman, menyangkut konten-konten yang isinya merupakan berbagai hal yang perlu dipahami. Dalam hal ini seluruh aspek konten (yaitu fakta, data, konsep, proses, hukum dan aturan, nilai dan bahkan aspek yang menyangkut persepsi, afeksi, sikap dan tindakan) memerlukan pemahaman yang memadai. Konselor dari konten yang menjadi fokus layanan PKO.

b. Fungsi pencegahan dapat menjadi muatan layanan PKO apabila kontennya memang terarah kepada terhindarkannya individu atau klien dari mengalami masalah tertentu.

c. Fungsi pengentasan akan menjadi arah layanan apabila penguasaan konten memang untuk mengatasi masalah yang sedang dialami klien.

Penguasaan konten dapat secara langsung maupun tidak langsung mengembangkan di satu sisi, dan di sisi lain memelihara potensi individu atau klien. Pengajaran dan pelatihan dalam PKO dapat mengemban fungsi pengembangan dan pemeliharaan.

Penguasaan konten yang tepat dan terarah memungkinkan individu membela diri sendiri terhadap ancaman ataupun pelanggaran atas hak-haknya. Dengan demikian, layanan PKO dapat mendukung fungsi advokasi.

Dalam menyelenggarakan layanan PKO Konselor perlu menekankan secara jelas dan spesifik fungsi-fungsi konseling mana yang menjadi arah layanannya dengan konten khusus yang menjadi focus kegiatannya. Penekanan atas fungsi itulah, sesuai dengan isi konten yang dimaksud, akan dicapai tujuan khusus layanan PKO.

Sabtu, 22 Januari 2011

Definisi Konseling Individu


Menurut definisi, konseling individu terjadi ketika seorang konselor bertemu secara pribadi dengan seorang siswa untuk tujuan konseling. Ini adalah interaksi antara konselor dan konseli dimana banyak yang berpikir bahwa ini adalah esensi dari pekerjaan konselor.

Banyak anak muda yang enggan membicarakan masalah pribadi atau urusan pribadi mereka dalam diskusi kelas dengan guru. Beberapa dari mereka ragu untuk berbicara di depan kelompok-kelompok kecil. Oleh karena itu, konseling individu dalam sekolah-sekolah, tidak terlepas dari psikoterapi, didasarkan pada asumsi bahwa konseli itu akan lebih suka berbicara sendirian dengan seorang konselor.

Selain itu, kerahasiaan, selalu dianggap sebagai dasar konseling. Akibatnya, muncul asumsi bahwa siswa membutuhkan pertemuan pribadi dengan seorang konselor untuk mengungkapkan pikiran mereka dan untuk meyakinkan bahwa pengungkapan mereka akan dilindungi. Tidak ada yang lebih aman daripada konseling individu.

Konseling individu sebagai intervensi mendapatkan popularitas dari pemikiran teoritis dan filosofis yang menekankan penghormatan terhadap nilai individu, perbedaan, dan hak-hak. Hubungan konseling bersifat pribadi. Hal ini memungkinkan beberapa jenis komunikasi yang berbeda terjadi antara konselor dan konseli, perlindungan integritas dan kesejahteraan konseli dilindungi.

Konseling telah dianggap sangat rumit, dengan setiap kata, infleksi sikap, dan keheningan yang dianggap penting, yang hanya bisa terjadi antara konselor yang terampil dan konseli yang berminat. Bersama-sama mereka mencari makna tersembunyi di balik perilaku. Seperti pemeriksaan pribadi memerlukan sikap permisif dan kebebasan untuk mengeksplorasi ide-ide secara mendalam, di bawah pengawasan ketat dari konselor. Selama bertahun-tahun, telah diasumsikan bahwa pengalaman ini hanya bisa terjadi dalam interaksi antara dua orang.

Konseling individu terkenal di sekolah karena berbagai alasan. Pertama, mayoritas organisasi-organisasi sekolah yang terstruktur di sekitar kelas dan guru kelas. Guru lebih cenderung untuk melepaskan satu siswa di satu waktu dari kelas mereka karena mengganggu rutinitas kelas mereka. Konseling individu lebih mudah untuk dijadwalkan daripada intervensi lain dan mungkin tampak lebih praktis. Selanjutnya, ini adalah intervensi konselor yang paling sering digunakan (misalnya, Peer 1985; Wiggins & Mickle-Askin, 1980).

Selain itu, banyak konselor sekolah merasa lebih menyukai konseling individu setelah melalui pendidikan pascasarjana mereka dengan jurusan pendidikan konselor. Konseling teori dan teknik, misalnya, yang paling sering diilustrasikan melalui studi kasus individu. Banyak dari studi ini telah muncul dari sejarah panjang psikoterapi, di mana banyak studi kasus individu telah direkam. Karena konseling individual tampaknya lebih mudah untuk dipahami dan diatur, kebanyakan konselor pemula memulai dengan jenis intervensi konselor dalam pengalaman praktikum mereka. Program pendidikan konselor telah memperluas penawaran program mereka untuk memasukkan konseling kelompok, konsultasi, dan intervensi lain, tetapi, konseling individu masih merupakan fokus utama untuk persiapan konselor.

Untuk alasan ini dan lainnya, konseling individu adalah intervensi konselor utama di sekolah-sekolah. Ini adalah fungsi pekerjaan yang sah dan akan selalu menjadi bagian unik dan penting dari peran konselor.

Rabu, 19 Januari 2011

Kealpaan


Penyebab kealpaan pada memori jangka panjang pada dasarnya terjadi karena kegagalan pada proses pengodean, penyimpanan dan atau pencarian kembali. Detail dari proses tersebut adalah sebagai berikut.

1. Teori peluruhan (decay theory), yang memperkirakan jejak fisik informasi akan hilang dengan berjalannya waktu terutama dengan adanya pemahaman baru yang berkaitan dengan jaringan neural (Villareal, 2002). Artinya dengan sendirinya informasi di otak kita akan makin lama akan menghilang bila tidak dipergunakan.

2. Interfensi, yang menyatakan bahwa aktivitas penyimpanan informasi pertama oleh otak menginterfensi/mengganggu atau diganggu oleh proses penyimpanan informasi kedua. Peristiwa interfensi ini disebabkan oleh keserupaan informasi satu dengan yang lainnya yang ingin diingat. Semakin besar tingkat keserupaannya, maka interfensi makin tinggi (Anderson dan Neely, 1996).

3. Ketelitian Pengodean memori, prinsipnya bahwa cara kita mengodekan sebuah informasi ke dalam memori jangka panjang akan mempengaruhi kemampuan pencarian kembali atas informasi tersebut. Semakin detail informasi yang akan kita buat, maka semakin minim kesalahan kita untuk memanggil ulang, dan begitu pula sebaliknya.

4. Memori Rekonstruksi

Proses pencarian informasi (retrevial) dari memori ekplisit, terutama episodik yang tidak akurat. Hal ini terjadi karena kita (secara tidak sadar) mengganti/mongisi informasi yang kosong dengan informasi dari sumber atau kejadian lainnya. Sebagaimana hasil penelitian tentang kesalahan deskripsi responder mahasiswa tentang meledaknya pesawat ulang alik Challengger, oleh Ulric Neisser dan Nicole Harsh, 1993.

5. Memori defensive

Perubahan representasi mental dari pikiran sadar individu disebabkan adanya tekanan dan sebagian besar perhatian difokuskan pada tekanan tersebut Misalnya adalah kejadian trauma. Saat ingatan kita kembali pada saat kejadian traumatik muncul maka (hampir) semua perhatian kita akan tertuju padanya yang menyebabkan proses pengodean informasi baru akan terhalangi.

6. Represi

Dengan kata lain kealpaan yang diinginkan. Maksudnya proses menghidari aktivitas pengingatan secara sadar (disertai motivasi tertentu) terhadap sesuatu yang mencemaskan. Namun khusus jenis ini belum ada bukti atau sangat sulit membuktikan eksperimen proses represi, Holmes, 1990.

Kealpaan


Penyebab kealpaan pada memori jangka panjang pada dasarnya terjadi karena kegagalan pada proses pengodean, penyimpanan dan atau pencarian kembali. Detail dari proses tersebut adalah sebagai berikut.

1. Teori peluruhan (decay theory), yang memperkirakan jejak fisik informasi akan hilang dengan berjalannya waktu terutama dengan adanya pemahaman baru yang berkaitan dengan jaringan neural (Villareal, 2002). Artinya dengan sendirinya informasi di otak kita akan makin lama akan menghilang bila tidak dipergunakan.

2. Interfensi, yang menyatakan bahwa aktivitas penyimpanan informasi pertama oleh otak menginterfensi/mengganggu atau diganggu oleh proses penyimpanan informasi kedua. Peristiwa interfensi ini disebabkan oleh keserupaan informasi satu dengan yang lainnya yang ingin diingat. Semakin besar tingkat keserupaannya, maka interfensi makin tinggi (Anderson dan Neely, 1996).

3. Ketelitian Pengodean memori, prinsipnya bahwa cara kita mengodekan sebuah informasi ke dalam memori jangka panjang akan mempengaruhi kemampuan pencarian kembali atas informasi tersebut. Semakin detail informasi yang akan kita buat, maka semakin minim kesalahan kita untuk memanggil ulang, dan begitu pula sebaliknya.

4. Memori Rekonstruksi

Proses pencarian informasi (retrevial) dari memori ekplisit, terutama episodik yang tidak akurat. Hal ini terjadi karena kita (secara tidak sadar) mengganti/mongisi informasi yang kosong dengan informasi dari sumber atau kejadian lainnya. Sebagaimana hasil penelitian tentang kesalahan deskripsi responder mahasiswa tentang meledaknya pesawat ulang alik Challengger, oleh Ulric Neisser dan Nicole Harsh, 1993.

5. Memori defensive

Perubahan representasi mental dari pikiran sadar individu disebabkan adanya tekanan dan sebagian besar perhatian difokuskan pada tekanan tersebut Misalnya adalah kejadian trauma. Saat ingatan kita kembali pada saat kejadian traumatik muncul maka (hampir) semua perhatian kita akan tertuju padanya yang menyebabkan proses pengodean informasi baru akan terhalangi.

6. Represi

Dengan kata lain kealpaan yang diinginkan. Maksudnya proses menghidari aktivitas pengingatan secara sadar (disertai motivasi tertentu) terhadap sesuatu yang mencemaskan. Namun khusus jenis ini belum ada bukti atau sangat sulit membuktikan eksperimen proses represi, Holmes, 1990.

PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS


Ada banyak pendekatan pengelolaan kelas. Berikut ini beberapa di antaranya.

1. Pendekatan otoriter, yang memandang pengelolaan. kelas sebagai mengontrol tingkah laku siswa. Dalam hal ini guru berperan sebagai pencipta dan penjaga tata tertib kelas. Tata tertib kelas dapat diciptakan dan dipertahankan melalui disiplin (peraturan) Disiplin dalam hal ini berarti mentaati tatatertib secara tepat.

2. Pendekatan intimidasi, hampir sama dengan pendekatan otoriter, memandang pengelolaan kelas sebagai mengontrol tingkah laku siswa. Tingkah laku siswa dapat dikontrol melalui intimidasi, sindiran (sarkasme), ejekan, paksaan, ancaman, penolakan (tidak menyetujui). Guru berperan untuk menakuti siswa agar bertingkah laku sesuai yang diinginkan guru.

3. Pendekatan permisif, yang memberikan kebebasan penuh kepada siswa untuk ­mengerjakan apa yang diinginkan dengan tempat dan waktu yang sesuai. Guru yang tidak memberikan kebebasan dianggap menghambat perkembangan siswa.

4. Pendekatan “buku resep” (cookbook), menekankan pada dalil-dalil (rumus, resep), mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan oleh siswa dan juga guru.

5. Pendekatan instruksional, dengan mengupayakan proses pembelajaran sebaik-baiknya sesuai kebutuhan dan minat siswa. Pendekatan ini berasumsi bahwa dengan proses pembelajaran yang baik, sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa, tidak akan menimbulkan masalah, bahkan dapat memecahkan masalah. Maka tugas (peran) guru adalah merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya.

6. Pendekatan modifikasi tingkah laku (behavior modification), yang memandang pengelolaan kelas sebagai proses pembentukan dan pengubahan tingkah laku. Guru berperan untuk mempertahankan tingkah laku yang sudah baik dan menghilangkan tingkah laku yang tidak/kurang baik. Dalam hal ini digunakan prinsip penguatan (reinforcement), ganjaran (reward), pujian, penghargaan, pengakuan.

7. Pendekatan iklim sosio emosional (socioemotional climate), menciptakan iklim sosioemosional yang positif di kelas. Asumsinya, bahwa proses pembelajaran akan berhasil secara maksimal bila didukung oleh suasana kelas yang kondusif. Suasana kondusif dapat diciptakan dengan adanya hubungan baik, akrab, sehat (rapport) antar pribadi (guru dengan siswa dan siswa dengan siswa).

8. Pendekatan proses kelompok (group process), yang memandang kelas sebagai sistem sosial di mana terjadi proses interaksi antar anggota kelompoknya. Tingkah laku kelompok merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, meskipun belajar itu sendiri adalah proses individual. Guru berperan mewujudkan kelas sebagai kelompok yang kompak dan dinamis.

9. Pendekatan pluralistik atau eklektik, yaitu guru menggunakan beberapa pendekatan (pluralistik) secara terpadu (eklektik) untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang kondusif bagi proses pembelajaran. Hal ini mendasarkan pada asumsi bahwa tidak ada satu pendekatan yang paling baik (paling cocok) untuk semua proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang satu menuntut kondisi (persyaratan) yang berbeda dari proses pembelajaran yang lain; faktor tempat, waktu, dan situasi turut menentukan yang memerlukan tindakan antisipasi secara tepat dan cermat. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pengelolaan kelas adalah “sent”, artinya membutuhkan penanganan secara khusus, unik, dan bersifat subjektif, serta kondisional (sesuai tuntutan persyaratannya).

Selasa, 18 Januari 2011

Is Counseling Psychology Ready to Embrace Culturally Responsive Prevention?


Pertemuan preventif, kompetensi multikultural dan budaya responsif, dan keadilan sosial masih bersifat embrio namun banyak menjanjikan. Tahap-tahap model perubahan untuk meningkatkan kesadaran tentang bagaimana psikolog konseling menyediakan sistem yang dikembangkan dengan tingkat intervensi yang baik dan mengkaji hambatan organisasi dan individu untuk melakukan pekerjaan tersebut. Penulis kemudian menyoroti manfaat psikologi konseling dalam intervensi pencegahan. Strategi disediakan untuk meningkatkan intervensi pencegahan dalam pelatihan program 'kurikulum di kedua elemen’ diterapkan dan penelitian program. Dengan memberikan kesempatan belajar yang mengekspos peserta untuk komunitas intervensi dengan populasi yang kehilangan hak pilihnya, psikologi konseling komitmen terhadap keadilan sosial dan multikulturalisme sehingga akan lebih lengkap terealisasi.

Tujuan jurnal ini adalah untuk "memajukan dialog pada budaya yang relevan melalui program pencegahan dalam serangkaian artikel yang menjelaskan dan disampaikan di masyarakat dan yang menekankan pada proses relevansi budaya yang dicapai. Mereka harus dipuji karena menampilkan bagaimana intervensi pencegahan dapat relevan dengan budaya populasi etnis minoritas dan relevan dengan psikolog konseling profesional. Dalam melakukan itu, mereka harus efektif menunjukkan nilai integrasi pekerjaan pencegahan dan keadilan sosial dalam psikologi konseling.

Konvergensi dari dua hal yang terjalin namun relatif terpisah bekerja di psikologi konseling yaitu: kompetensi multikultural dan multikultural pencegahan. Meskipun kedua daerah telah mencatat dan membuat sambungan satu sama lain, masih relatif jarang psikologi konseling untuk melihat tingkat integrasi dan berpikir canggih tentang pencegahan intervensi budaya yang relevan.

Mereka yang akan berusaha untuk meningkatkan penekanan pada pencegahan dalam psikologi konseling perlu menjaga pemikiran ini, tidak peduli seberapa yakin kita bahwa intervensi pencegahan mungkin lebih efektif dalam mengurangi ketidakadilan sosial.

Hambatan lain yang disebutkan dalam literatur meliputi:

  • intervensi pencegahan budaya responsif bisa sangat
    menguras emosi ketika mereka dihadapkan dengan
    segudang masalah dalam suatu masyarakat.
  • intervensi pencegahan umumnya tidak ada penggantian oleh
    asuransi.
  • Dana Penelitian mungkin tidak tersedia banyak untuk penelitian pencegahan.
  • Pencegahan membutuhkan waktu penelitian intensif dan dapat dilihat sebagai sedikit lebih dari pelayanan masyarakat untuk a.l. kepemilikan dan promosi.
  • Program pelatihan menekankan pelatihan tentang perbaikan
    konseling individu.
  • Karena semua proyek dalam masalah ini menunjukkan bahwa mutlak penting untuk mempertimbangkan lokasi budaya paling relevan untuk peserta intervensi.
  • Program Konseling psikologi sudah dipenuhi dengan kursus yang diperlukan, sehingga ada beberapa hambatan untuk menemukan ruang untuk konsultasi dan / atau program pencegahan. Mengingat tumpang tindih dan sifat komplementer pencegahan, multikulturalisme, dan keadilan sosial, mungkin lebih baik tidak memiliki program terpisah untuk setiap hal.
  • Kita juga dilatih untuk memahami perilaku manusia dan perilaku
    perubahan dari sudut pandang orang-lingkungan.
  • Konseling psikologi memiliki sejarah yang relatif konsisten
    terlibat dalam pengurangan kesenjangan pendidikan dan dalam
    desain studi pengembangan karir dan prestasi akademik
    intervensi, serta pusat konseling universitas sering mencakup banyak
    hal di luar jangkauan dan kegiatan pencegahan.
  • Usaha untuk mengenali individu yang telah banyak terlibat dalam organisasi masyarakat menuju tujuan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil.
  • Semua proyek dalam masalah ini menunjukkan bahwa idealnya
    koordinator pencegahan menjadi orang dalam masyarakat yang dilayani . Mereka dianggap sebagai investasi dan sebagai bagian dari kelompok, dan akibatnya, status tersebut meningkatkan bahwa kemungkinan konten akan menjadi budaya yang relevan kepada peserta, khususnya saat dikirim oleh staf yang sama. Konseling psikologi memiliki salah satu tingkat yang lebih tinggi pada mahasiswa yang beragam dalam program pelatihan doktor psikologi dan dengan demikian berada dalam posisi utama untuk memfasilitasi lebih budaya yang relevan intervensi pencegahan
  • Banyak mahasiswa tertarik untuk masalah keadilan sosial dan
    multikulturalisme; jika pekerjaan pencegahan adalah konteks dalam kerangka multikulturalisme dan keadilan sosial, mahasiswa dapat lebih tertarik memperoleh pengalaman dalam pencegahan, terutama jika mereka diajarkan bagaimana untuk menerapkan teori psikologis untuk intervensi ini.
  • Kegiatan Pencegahan memberikan perasaan menguntungkan dengan mendirikan hubungan kolaboratif dalam beberapa komunitas atau kelompok yang sering telah terlayani.
  • Pencegahan kegiatan di berbagai pengaturan dengan multidisiplin
    tim pada akhirnya akan meningkatkan permintaan psikolog konseling .
  • Kegiatan Pencegahan menambahkan beberapa variasi pada praktek
    konseling individu. Ada dana hibah untuk mengatasi keadilan sosial
    masalah dengan intervensi pencegahan, terutama bila diberikan oleh
    tim multidisiplin.
  • Upaya Pencegahan meningkatkan keterampilan dalam konsultasi dan advokasi sosial. Karena konsultasi dan kebijakan publik dan advokasi adalah dua kompetensi inti dari seorang psikolog, keterampilan pencegahan harus menjadi elemen penting dari setiap program doktor .

Senin, 17 Januari 2011

MENGAPA BIMBINGAN KONSELING DIPERLUKAN DI PAUD


Pendidikan anak usia dini atau yang lebih dikenal dengan istilah PAUD, terutama TK, sejak zaman kolonial hingga abad ini, sangat mementingkan pertumbuhan anak secara normal dan sempurna. Kesempurnaan tersebut meliputi perkembangan fisik motorik, sosio-emosional, kognitif, dan mental spiritual. Lembaga pendidikan anak usia dini pada umumnya dan TK pada khususnya bertanggung jawab penuh atas perkembangan semua aspek pada anak didik tersebut.

Disamping itu,sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan, PAUD pada umumnya dan TK pada khususnya,tidak hanya menekankan berkembangnya fisik anak semata, melainkan juga harus menumbuhkan kompetensi akademi anak, seperti membaca, menulis, dan berhitung atau yang lebih dikenal dengan istilah Calistung.

Kompetensi tersebut dimaksudkan agar anak siap (secara mental maupun intelektual) mauk ke jenjang pendidikan di atasnya, yakni sekolah dasar. Bahkan ,gejala yang akhir-akhir ini marak di kota besar, tepatnya di sekolah-sekolah dasar unggulan, sangat ketat menyeleksi calon anak didiknya, yakni dengan adu kompetensi di bidang Calistung tersebut. Atas dasar tuntutan inilah TK harus bertanggung jawab dalam membekali anak didiknya dengan kompetensi Calistung, disamping juga memandu tumbuh kembangnya secara baik.

Guru PAUD bertanggung jawab besar dalam memahami anak didiknya serta membantu perkembangan fisik-otorik, sosio-emosional,kognitif, dan mental spiritualnya. Nah, tanggung jawab inilah yang mendorong keharusan akan adanya bimbingan konseling di lembaga PAUD, terutama TK.

Perkembangan msyarakat, pendidikan, dan ilmu pengetahuan dewasa ini membawa fakta bahwa program bimbingan konseling di PAUD sama pentingnya dengan bimbingan konseling di sekolah menengah. Hanya saja, tekanan di antara keduanya berbeda; tekanan masing-masing bimbingan dan konseling selalu di sesuaikan dengan taraf atau jenjang pendidikan anak didik yang bersangkutan.

Program bimbingan dan konseling di bebagai lembaga pendidikan (termasuk di dalam PAUD) merupakan program bimbingan yang bermanfaat secara positif, tidak sekedar reaktif dan korektif. Terlebih lagi, jika program bimbingan ini bersifat kontinu, berkelanjutan, dan terus-menerus, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi, bahkan ampai di masyarakat. Tentu, hasilnya akan jauh lebih baik daripada bimbingan yang sifatnya eksiden semata.

Tetapi, penekanan bimbingan dan konseling dapat berubah-ubah, sesuai dengan kebutuhan anak didiknya atau sesuai dengan taraf perkembangannya. Atas dasar ini, maka bimbingan konseling di PAUD tidak boleh hanya berfokus pada tumbuh kembangnya anak secara normal dan kompetensi Calistung semata, melainkan juga harus menemukan jati diri anak didik yang unik dank has, sesuai dengan kepribadiannya.

Petualangan pencarian jati diri anak didik harus dimulai sejak usia dini atau lembaga PAUD. Sebab, penemuan dan pemahaman akan dirinya sendiri akan sangat membantu mereka dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan-lingkungan baru yang akan dihadapi. Disamping itu, penemuan jati diri atau kepribadian anak didik dapat membantu mereka dalam mengembangkan bakat, minat, dan potensinya.

Perlu ditegaskan disini bahwa bimbingan dan konseling di lembaga PAUD tidak hanya diberikan kepada mereka yang mempunyai perilaku bermasalah, melainkan juga harus diberikan kepada mereka yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan demikian, konseling bukan hanya untutk mengatasi perilaku bermasalah pada anak didik, melainkan juga juga tindakan untuk memnuhi kebutuhan tumbuh kembangya anak secara maksimal. Pandangan ini menitikberatkan

Pada bimbingan yang bersifat preventif, kesehatan mental, dan pengembangan diri dari pada bimbingan yang menitikberatkan pada psikoterapi maupun diagnosis terhadap perilaku bermasalah. Terlebih lagi, ketika para psikolog telah menyadari betapa pentingnya melakukan identifikasi sejak dini terhadap perilaku bermasalah pada anak-anak. Dengan melakukan identifikasi ini diharapkan anak-anak dimasa depan tidak akan mengalami hambatan dalam belajarnya, terlebih lagi gangguan pada mentalnya. Nah, momen yang paling tepat untuk melakukan tindakan identifikasi ini adalah pada masa-masa awal usia dini atau di lembaga PAUD.